đ´ Puisi Guru Karya Taufik Ismail
KepalaSekolah SMP Negeri 1 Sawang Guru Pendamping Drs. Muhammad Rais Erlina, S.Pd NIP: 196810052008011001 NIP: 196304291983022003 puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang
TaufikIsmail, adalah salah seorang Sastrawan angkatan 66, yang masih eksis hingga saat ini. Berikut ini puisi Taufik Ismail berjudul "Palestina Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu" yang pernah dibacakannya pada saat KTT OKI Tahun 2016 lalu : Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata
Kumpulan puisi karya Taufik Ismail "Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng", terdiri dari 32 puisi ditambah 18 puisi Tirani dan 22 puisi Benteng, antara lain: 1. Bukit Kelu, Bukit Biru 2. Elegi buat Sebuah Perang Saudara 3. Bilakah Kau Akan Melintas di Depan Ku 4. Potret di Beranda 5. Pekalongan Lima Sore
Dalamperiodisasi sastra ia dikelompokkan ke dalam Sastrawan Angkatan 66. Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 25 Juni 1935 dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI.
PuisiSatire Karya Taufik Ismail. Taufik Ismail adalah penyair terkenal. Puisi-puisinya begitu indah. Banyak orang menikmatinya. Beliau menulis puisi berbagai tema. Mulai dari keluarga hingga agama. Sampai saat ini tetap aktif menulis. Beliau betul-betul seorang penyair. Kumpulan syair nya sudah banyak dibuat buku.
Benteng- Puisi Karya Taufiq Ismail Oleh Administrator Diposting pada 21 Desember 2018 24 Februari 2017 â Tim indoSastra Pencari Karya Sastra yang Berjiwa Revolusi. Sastra angkatan 1966, bentuk: puisi. Karya: Taufiq Ismail. Ini adalah salah satu puisi perjuangan demi cinta tanah air dan bangsa.
Lerenglereng senja Pernah menyinar merah kesumba Padang ilalang dan bukit membatu Tanah airku. 1965. Sumber: Tirani dan Benteng (1993) Puisi: Bukit Biru, Bukit Kelu. Karya: Taufiq Ismail. Biodata Taufiq Ismail: Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
Kumpulanpuisi Debu di Atas Debu: Kumpulan Puisi Dwi-Bahasa karya Taufik Ismail merupakan catatan-catatan emosional zaman dengan gejolak politik dan sikap bangsa Indonesia. Jenis penelitian ini berupa kualitatif dengan metode analisis isi (content analysis) serta pendekatan sosiologi sastra. Hal ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepengarangan
Soalnya puisi disajikan dalam bahasa yang indah dan bersifat imajinatif. Beberapa penyair besar Indonesia yang menghasilkan karya-karya puisi yang fenomenal, seperti W.S. Rendra, Joko Pinurbo, Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, dan Taufik Ismail. Setiap sastrawan memilih gaya bahasa masing-masing ketika menulis dan membaca puisi.
IniKumpulan Puisi Karya Taufik Ismail Siapa yang tidak mengenal sosok penyair dan sastrawan indonesia yang satu ini? Karyanya selalu memiliki makna dan pesan moral yang mendalam. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. beliau pernah mendapat Anugerah Seni
PuisiMuak dan Bosan Karya Taufik Ismail; puisi "Sebuah Jaket Berlumur Darah" karya Taufiq I 3 Puisi Taufik Ismail Tentang Perjuangan dan Pengo Karangan Bunga by Taufik Ismail; Puisi untuk guru juga sering disajikan saat hari-hari besar seperti hari guru.
karya: Taufik Ismail. A. Unsur Intrinsik. Dalam puisi "Kerendahan Hati" karya Taufik Ismail menceritakan tentang kehidupan yang baik untuk seseorang yaitu menjadi pribadi yang rendah hati dan dalam hidupnya bisa selalu bermanfaat bagi orang lain, selalu menjadi diri sendiri sebaik-baiknya diri sendiri.
8sidl. MATA INDONESIA, JAKARTA â Siapa yang tak kenal Taufiq Ismail. Dia adalah penyair dan sastrawan besar Tanah Air yang telah menelurkan banyak karya-karya hebat, terutama puisi-puisi yang lahir dari pikirannya yang tajam. Penyair kelahiran 25 Juni 1935 ini sangat dihormati. Puisinya berjudul Sajadah Panjang sudah akrab bagi rakyat Indonesia. Namun, selain Sajadah Panjang, masih ada beberapa puisi hebat karya Taufik Ismail, 5 di antaranya berikut ini. 1. Kembalikan Indonesia Padaku Paris, 1971 Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya, Kembalikan Indonesia padaku Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya, Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat, sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan, Kembalikan Indonesia padaku Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Kembalikan Indonesia padaku. 2. Malu Aku Jadi Orang Indonesia 1998 I Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga Ke Wisconsin aku dapat beasiswa Sembilan belas lima enam itulah tahunnya Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya, Whitefish Bay kampung asalnya Kagum dia pada revolusi Indonesia Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya Dadaku busung jadi anak Indonesia Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy Dan mendapat dari Rice University Dia sudah pensiun perwira tinggi dari Army Dulu dadaku tegap bila aku berdiri Mengapa sering benar aku merunduk kini II Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak, doyong berderak-derak Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak, Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza Berjalan aku di Dam, Champs Â0âĄ7lys¨Œes dan Mesopotamia Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata Dan kubenamkan topi baret di kepala Malu aku jadi orang Indonesia. III Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu, Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang susah dicari tandingan, Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu, Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan, senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk kantung jas safari, Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal, anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden, menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati, agar orangtua mereka bersenang hati, Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan, Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak utus dilarang-larang, Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat belanja modal raksasa, Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah, ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat, Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi, Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman, Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar, Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor pertandingan yang disetujui bersama, Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja, Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng, Nipah, Santa Cruz dan Irian, ada pula pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan, dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-terangan, Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi. IV Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak, doyong berderak-derak Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak, Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza Berjalan aku di Dam, Champs Â0âĄ7lys¨Œes dan Mesopotamia Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata Dan kubenamkan topi baret di kepala Malu aku jadi orang Indonesia. 3. Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini 1966 Tidak ada pilihan lain Kita harus Berjalan terus Karena berhenti atau mundur Berarti hancur Apakah akan kita jual keyakinan kita Dalam pengabdian tanpa harga Akan maukah kita duduk satu meja Dengan para pembunuh tahun yang lalu Dalam setiap kalimat yang berakhiran Duli Tuanku ?ÂĄ Tidak ada lagi pilihan lain Kita harus Berjalan terus Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan Dan seribu pengeras suara yang hampa suara Tidak ada lagi pilihan lain Kita harus Berjalan terus. 4. Mencari Sebuah Mesjid Jeddah, 1988 Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan fondasinya batu karang dan pualam pilihan atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan dan kubahnya tembus pandang, berkilauan digosok topan kutub utara dan selatan Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran dengan warna platina dan keemasan berbentuk daun-daunan sangat beraturan serta sarang lebah demikian geometriknya ranting dan tunas jalin berjalin bergaris-garis gambar putaran angin Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya menyentuh lapisan ozon dan menyeru azan tak habis-habisnya membuat lingkaran mengikat pinggang dunia kemudian nadanya yang lepas-lepas disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas yang memperindah ratusan juta sajadah di setiap rumah tempatnya singgah Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya engkau berjalan sampai waktu asar tak bisa kau capai saf pertama sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu bershalatlah di mana saja di lantai masjid ini, yang luas luar biasa Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian yang menyimpan cahaya matahari kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya tempat orang-orang bersila bersama dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan dalam simpul persaudaraan yang sejati dalam hangat sajadah yang itu juga terbentang di sebuah masjid yang mana Tumpas aku dalam rindu Mengembara mencarinya Di manakah dia gerangan letaknya ? Pada suatu hari aku mengikuti matahari ketika di puncak tergelincir dia sempat lewat seperempat kuadran turun ke barat dan terdengar merdunya azan di pegunungan dan aku pun melayangkan pandangan mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan dia berkata Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuanÂĄ dia menunjuk ke tanah ladang itu dan di atas lahan pertanian dia bentangkan secarik tikar pandan kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran airnya bening dan dingin mengalir beraturan tanpa kata dia berwudhu duluan aku pun di bawah air itu menampungkan tangan ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan hangat air terasa, bukan dingin kiranya demikianlah air pancuran bercampur dengan air mataku yang bercucuran. 5. Benteng 1966 Sesudah siang panas yang meletihkan Sehabis tembakan-tembakan yang tak bisa kita balas Dan kita kembali ke karnpus ini berlindung Bersandar dan berbaring, ada yang merenung Di lantai bungkus nasi bertebaran Dari para dermawan tidak dikenal Kulit duku dan pecahan kulit rambutan Lewatlah di samping Kontingen Bandung Ada yang berjaket Bogor. Mereka dari mana-mana Semuanya kumal, semuanya tak bicara Tapi kita tldak akan terpatahkan Oleh seribu senjata dari seribu tiran Tak sempat lagi kita pikirkan Keperluan-keperluan kecil seharian Studi, kamar-tumpangan dan percintaan Kita tak tahu apa yang akan terjadi sebentar malam Kita mesti siap saban waktu, siap saban jam.
Sastrawan Indonesia, Taufiq Ismail. Foto Instagram/ Jakarta - Taufiq Ismail merupakan seorang sastrawan senior asal Indonesia yang bergelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Ia lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat dan dibesarkan di Pekalongan dalam keluarga guru dan kecil, Taufiq memang sudah suka membaca dan bercita-cita menjadi sastrawan ketika duduk di bangku SMA. Sajak pertamanya berhasil dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Ismail sudah banyak mendapat penghargaan dari karya sastranya, salah satu karya Taufiq yang paling terkenal ialah puisi berjudul Malu Aku Jadi Orang kini, pria kelahiran 1935 ini telah menghasilkan puluhan puisi, sajak, dan beberapa karya terjemahan. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, seperti Arab, Inggris, Jerman, Perancis, dan peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia, Taufiq selalu tampil membacakan puisinya. Tak hanya mahir dibidang sastra, ia pun pandai menciptakan lagu. Pada tahun 1974 dirinya menjalin kerjasama dibidang musik bersama Bimbo, Chrisye, Ucok Harahap, dan Ian Tagar rangkumkan kumpulan puisi penuh makna karya Taufiq IsmailSastrawan Indonesia, Taufiq Ismail. Foto WikipediaMalam SabtuBerjagalah terusSegala kemungkinan bisa terjadiMalam iniMaukah kita dikutuk anak-cucuMenjelang akhir abad iniKarena kita kini berserah diri?Tidak. Tidak bisaTujuh korban telah jatuh. DibunuhAda pula mayat adik-adik kita yang dicuriDipaksa untuk tidak dimakamkan semestinyaApakah kita hanya akan bernafas panjang dan seperti biasa sabar mengurut dada?Tidak. Tidak bisaDengarkan. Dengarkanlah di luar ituSuara doa berjuta-jutaRakyat yang resah dan menantiMereka telah menanti lama sekaliMenderita dalam nyeriMereka sedang berdoa mala miniDengar. Dengarlah hati-hatiDengan Puisi, AkuDengan puisi aku bernyanyiSampai senja umurku nantiDengan puisi aku berceritaBerbatas cakrawalaDengan puisi aku mengenangKeabadian yang akan datangDengan puisi aku menangisJarum waktu bila kejam mengirisDengan puisi aku mengutukNafas zaman yang busukDengan puisi aku berdoaPerkenankanlah kiranyaKita Adalah Pemilik Sah Republik IniTidak ada pilihan lainKita harusBerjalan terusKarena berhenti atau mundurBerarti hancurApakah akan kita jual keyakinan kitaDalam pengabdian tanpa hargaAkan maukan kita duduk satu mejaDengan para pembunuh tahun yang laluDalam setiap kalmiat yang berakhiranâDuli Tuanku?âTidak ada pilihan lainKita harusBerjalan terusKita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalanMengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuhKita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsaraDipukul banjir, gunung api, kutuk dan hamaDan bertanya-tanya inikah yang namanya merdekaKita yang tidak punya kepentingan dengan seribu sloganDan seribu pengeras suara yang hampa suaraTidak ada lagi pilihan lainKita harusBerjalan terusBentengSesudah siang panas yang meletihkanSehabis tembak-tembakan yang tak bisa kita balasDan kita kembali ke kampus ini berlindungBersandar dan berbaring, ada yang merenungDi lantai bungkus nasi bertebaranDari para dermawan tidak dikenalKulit duku dan pecahan kulit rambutanLewatlah di samping Kontingen BandungAda yang berjaket Bogor. Mereka dari mana-manaSemuanya kumal, semuanya tak bicaraTapi kita tidak akan terpatahkanOleh seribu senjata dan seribu tiranTak sempat lagi kita pikirkanKeperluan-keperluan kecil seharianStudi, kamar-tumpangan dan percintaanKita tak tahu apa yang akan terjadi sebentar malamKita mesti siap saban waktu, siap saban jamDari Catatan Seorang DemonstranInilah peperanganTanpa jenderal, tanpa senapanPada hari-hari yang mendungBahkan tanpa harapanDi sinilah keberanian diujiKebenaran dicoba dihancurkanPada hari-hari berkabungDi depan menghadang ribuan lawanTakut 66, Takut 98Mahasiswa takut pada dosenDosen takut pada dekanDekan takut pada rektorRektor takut pada menteriMenteri takut pada presidenPresiden takut pada mahasiswaTakut "66, takut "98. []
Puisi Karya Taufik Ismail â Siapa yang tidak mengenal sosok aktivis, sastrawan dan penyair terkenal bernama Taufik ismail? Puisi-puisi sang pujangga, selalu memiliki pesan-pesan moral yang mendalam. Taufik Ismail tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca, sehingga tidak heran jika ia telah bercita-cita menjadi seorang sastrawan sejak masih duduk di bangku SMA. Selain menjadi sastrawan, ia juga menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesastraannya. Bagaimana? Begitu menarik bukan sosok sang pujangga? Pada artikel ini kita akan mengulas tentang makna di balik beberapa puisi karya beliau yang syarat akan makna dan pesan kehidupan. Puisi Karya Taufik Ismail Singkat Paling Terkenal Beberapa puisi yang akan kita bahas antara lain Kerendahan Hati Kalau engkau tak mampu menjadi beringin Yang tegak di puncak bukit Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, Yang tumbuh di tepi danau Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang Memperkuat tanggul pinggiran jalan Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya Jadilah saja jalan kecil, Tetapi jalan setapak yang Membawa orang ke mata air Tidaklah semua menjadi kapten Tentu harus ada awak kapalnyaâŚ. Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi Rendahnya nilai dirimu Jadilah saja dirimuâŚ. Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri Puisi tersebut bertema tentang kerendahan hati yang dimiliki oleh seseorang. Pada kalimat âYang tegak di puncak bukitâ kita dapat melihat bahwa penulis menggunakan citraan penglihatan, dimana penulis seolah-olah melihat dan mempengaruhi pembaca untuk seolah-olah melihat sesuatu yang tegak di puncak bukit. Pada kalimat âJalan setapak yang membawa orang ke mata airâ penulis menggunakan majas personifikasi, yaitu jenis majas yang membuat benda mati seolah-olah hidup. Pada kalimat âmenjadi jalan rayaâ penulis menggunakan majas metafora, yaitu jenis majas perumpamaan. Pada kalimat âmenjadi jalan rayaâ penulis menggunakan majas hiperbola, penulis menyampaikan sesuatu secara berlebihan. Puisi tersebut dituliskan dengan tujuan dan amanat untuk mengajak seseorang agar selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong, serta menjadikan hidup yang lebih bermanfaat untuk orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan terlepas dari peranan orang lain sehingga sangat penting untuk kita agar bersikap rendah hati. Dengan Puisi, Aku Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala Dengan puisi aku mengenang Keabadian Yang Akan Datang Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya Pada puisi di atas penulis mencoba menyampaikan tentang kegunaan puisi, penulis berusaha menggambarkan curahan hatinya pada puisinya. Dengan berpuisi, penulis menuangkan segala suasana hatinya hingga segala peristiwa yang dialaminya. Pada puisi di atas, penulis tidak lupa menyampaikan nasihat bahwa kita harus terus berkarya, memperdulikan lingkungan sekitar kita, serta mengajak untuk sejenak merenungkan diri dan terus berdoa. Puisi ini memiliki unsur tentang kemanusiaan yang sangat kental. Penulis berusaha menceritakan keyakinannya bahwa manusia memiliki martabat yang tinggi, oleh karena itu manusia harus dihargai. Karangan Bunga Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke salemba Sore itu. âIni dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi Puisi di atas bertema tentang kepahlawanan. Hal tersebut didasari bahwa puisi dituliskan sang pujangga sebagai gambaran kejadian setelah terjadinya peristiwa penembakan terhadap seorang mahasiswa Universitas Indonesia, oleh pasukan Tjakrabirawa. Kejadian tersebut lantas mengundang simpati dan duka seluruh rakyat Indonesia, bahkan simpati dari mereka yang tak paham akan apa yang terjadi dibalik demonstrasi tersebut yang digambarkan Taufiq dengan sosok Tiga anak kecilâ yang masih lugu dan malu-maluâ. Karangan bunga berpita hitam yang mereka bawa sebagai lambang suasana berkabung dan duka. Di dalam puisi, penulis juga menyampaikan amanat agar kita hendaknya mengingat dan mengenang jasa para pahlawan yang telah rela berkorban untuk Negara kita. Membaca Tanda-Tanda Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari kita Ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas tapi kita kini mulai merindukannya Kita saksikan udara abu-abu warnanya Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya Burung-burung kecil tak lagi berkicau pergi hari Hutan kehilangan ranting Ranting kehilangan daun Daun kehilangan dahan Dahan kehilangan hutan Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru Kita saksikan Gunung membawa abu Abu membawa batu Batu membawa lindu Lindu membawa longsor Longsor membawa air Air membawa banjir Banjir air mata Kita telah saksikan seribu tanda-tanda Bisakah kita membaca tanda-tanda? Allah Kami telah membaca gempa Kami telah disapu banjir Kami telah dihalau api dan hama Kami telah dihujani api dan batu Allah Ampunilah dosa-dosa kami Beri kami kearifan membaca tanda-tanda Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan akan meluncur lewat sela-sela jari Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas tapi kini kami mulai merindukannya Dalam puisi di atas, penulis mengajak pembaca untuk mencoba melihat, membaca dan memahami tanda-tanda yang alam berikan di sekitar kita. Pembaca diajak agar sadar dengan perubahan alam yang terjadi dimana alam yang dulunya asri, indah dan nyaman, kini menjadi rusak oleh tangan manusia. Penulis juga mengungkapkan kerinduannya dengan keindahan alam yang dahulu. Di dalam puisi, kita juga dapat menemukan ungkapan kekesalan yang dirasakan penulisnya. Penulis juga memberi amanat agar kita lebih peduli dengan gejala-gejala alam yang sering terjadi serta memahami arti penting menjaga lingkungan. Bagaimana? Sangat indah dan penuh makna kehidupan bukan beberapa puisi karya sang pujangga Taufik Ismail di atas? Pada dasarnya puisi memang digunakan sebagai media penyampai pesan, sehingga tidak heran jika penulis menyampaikan amanat-amanat yang mendalam dan berkaitan dengan kehidupan kita. Sikap rendah hati, mengingat jasa pahlawan serta membaca tanda-tanda alam dapat menjadi renungan tersendiri dalam diri kita.
puisi guru karya taufik ismail